Kisruh Beras PT IBU Membuat Pemerintah Bergerak Cepat Mencari Terobosan Yang Baru

Kisruh  Harga Beras


Nasional, Kabaminangnews.blogspot.co.id | News : Ketika mencari beras medium bahkan di daerah pelosok yang sangat dekat dengan produsen beras, tentu akan sangat sulit menemukan beras dengan harga eceran Rp. 9000 atau Rp. 9.500 per kg. Padahal, itulah Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.27 tahun 2017 bulan Mei lalu.

Bahkan tidak hanya beras, harga daging beku pun tidak berbeda jauh. Menurut Permendag No.27 harga daging dipatok Rp. 80.000 per kg. Namun yang terjadi di pasaran harganya tidak ada yang dibawah Rp.100 ribu. Keadaan Pasar memang memiliki cara "hidupnya sendiri". Sebab harga akan ditentukan oleh kesimbangan suplai dan permintaan. Ketika harga naik, hal yang bisa dilakukan adalah menggelontor suplai. Intervensi berupa penetapan (HET) tidak akan mempunyai arti lagi.

Demikian halnya dengan intervensi berupa penggerebekan dan penyegelan gudang PT. Indo Beras Utama (IBU) pada tanggal (20/7) lalu di Bekasi. Bukannya menurunkan harga justru malah melambungkan harga, kejadian tersebut tak lepas karena baik pengusaha dan pengepul beras merasa takut menjual berasnya setara (HET) sementara biaya produksi yang mereka tanggung jauh di atas (HET).

Kisruh PT. IBU inilah yang menjadi tolak ukur pemerintah untuk membuat sistem yang lebih baik untuk kedepannya. Senin, (31/7) Kemendag akan menggelar rapat dengan perwakilan petani, produsen, pedagang, pengawas industri, dan konsumen untuk membahas harga acuan baru beras. Rapat tersebut nantinya diharapkan mampu melahirkan HET yang lebih rasional, setelah beberapa tahun sebelumnya tidak bisa untuk dipatuhi.

Ronnie S. Natawidjaja (Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia) menyatakan pemerintah diminta untuk lebih realistis melihat tata niaga beras di Indonesia sebagai acuan untuk menentukan HET. Jangan ikut-ikutan negara tetangga yang di bawah Rp.10 ribu lalu kita juga mematok harga seperti mereka. Biaya produksi di Indonesia itu jauh lebih tinggi daripada negara tetangga seperti Thailand apa lagi Vietnam. Negara Vietnam, biaya buruh untuk produksi beras 1 kg Rp. 120 sedangkan Indonesia mencapai Rp. 1.115 per kg. Ditambah lagi harga pupuk, pestisida, hingga sewa lahan di Indonesia yang cenderung lebih tinggi. Belum lagi rantai distribusi yang panjang, kurang lebih ada 7 mata rantai perdagangan beras dari petani hingga sampai pada konsumen. Setiap rantainya berpotensi menaikan harga sekitar Rp.100-Rp. 250 per kg, terang Ronnie.

Dikarenakan panjangnya rantai inilah yang membuat harga gabah petani yang berkisar Rp. 4. 900 per kg bila sudah jadi beras bisa di hargai Rp. 11.000 sampai Rp. 12.000 di tangan pembeli. Kemudian Ronnie menambahkan, negara Thailand sistem tata niaganya dapat memudahkan Koperasi/Kelompok petaninya untuk langsung menjual beras kepada pedagang, bahkan bisa ekspor sendiri, tentu sistemnya sangat berbeda dengan Indonesia, papar Ronnie.

Di lain tempat Dwidjono Hadi Darwanto (Guru Besar Ekonomi Pertanian dan Agribisnis UGM) berpendapat bahwa, minimnya peran Bulog membuat tata niaga semakin sulit. Bulog yang seharusnya mampu menjalankan fungsi untuk menyerap padi petani sehingga pemerintah memiliki stok cadangan serta mampu mengendalikan harga. Bulog juga tidak diperkenankan membeli dari petani dengan harga lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP), supaya Bulog nantinya tidak dapat bersaing dengan pedagang besar swasta, tuturnya.

Penerapan harga acuan tidak akan efektif mengingat banyaknya rantai distribusi di Indonesia ini, untuk sementara beras premium tidak usah di beri patokan harga, dilepas saja mekanisme harganya nanti akan terbentuk seiring demand konsumen, ujar Dwidjono menambahkan. [KabaMinangNews]  

Posting Komentar untuk "Kisruh Beras PT IBU Membuat Pemerintah Bergerak Cepat Mencari Terobosan Yang Baru "